A. TRADISI ISLAM NUSANTARA
MEMPENGARUHI BUDAYA LOKAL NUSANTARA
Tradisi adalah adat kebiasaan yang
turun-temurun dari nenek moyang yang masih di jalankan masyarakat. Adapun
tradisi islam adalah suatu adat kebiasaan yang di dalamnya terdapat nilai-nilai
agama Islam. Tidak dapat dipungkiri bahwa seni dan kebudayaan Islam yang
berkembang di seluruh kepulauan Indonesia banyak di pengaruhi oleh
kebudayaan-kebudayaan yang sudah lama berada di kesukuan tersebut. Selain itu,
kebudayaan Islam di Indonesia berkembang setelah terjadi akulturasi
(percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling
mempengaruhi) dengan kebudayaan saat itu. Contoh tradisi Islam nusantara yang
mempengaruhi budaya lokal nusantara :
1. Adat Makeuta dari Sumatra
Adat
Makeuta adalah adat yang berlaku di kalangan masyarakat yang merupakan hasil
perpaduan antara adat lokal yang telah berlaku sejak nenek moyang masyarakat
Aceh dengan adat yang di dasari nilai-nilai agama Islam.
2. Kesenian Wayang Kulit di
Jawa
Kesenian
Wayang Kulit ini pertama kali di lakukan oleh Sunan Kalijaga , yang merupakan
perpaduan antara kisah wayang yang menceritakan tentang tokoh para dewa dengan nilai-nilai agama Islam.
3. Gamelan Sekaten
Gamelan
Jawa pertama kali di bawakan oleh Sunan Bonang dalam rangka menyebarkan agama
Islam untuk menyesuaikan diri dengan corak kebudayaan Jawa yang menggemari
wayang dan musik gamelan. Oleh karena itu, Sunan Bonang menciptakan
gending-gending Jawa yang memiliki
nilai-nilai Islam. Setiap bait lagu diselingi ucapan dua kalimat syahadat,
sehingga musik gamelan yang mengiringinya dikenal dengan istilah sekaten.
4.
Dan lain-lain.
B. TRADISI ISLAM DI NUSANTARA
MEWARNAI BUDAYA LOKAL NUSANTARA
1. Pengertian Seni Budaya dan
Tradisi Lokal Yang Bernafaskan Islam
Seni
adalah penggunaan imajinasi manusia secara kreatif untuk menikmati kehidupan.
Oleh karena itu, bentuk kesenian dapat muncul melalui benda-benda yang
digunakan sehari-hari, serta dapat pula melalui benda-benda khusus yang hanya
digunakan untuk kepentingan tertentu seperti ritual atau upacara. Seni juga
dapat di definisikan sebagai hasil ciptaan manusia yang mengandung unsur indah,
lembut, halus serta mempesona.
Budaya
atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta , yaitu “buddhayah”. Yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal
yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Sedangkan tradisi lokal yang
bernafaskan Islam adalah adat istiadat atau kebiasaan daerah tertentu yang di
dalamnya terdapat nilai-nilai agama Islam.
2. Seni Budaya Yang
Bernafaskan Islam
Kesenian termasuk
dalam unsur kebudayaan. Sebab, perwujudan dari kebudayaan tidak terlepas dari
hasil olah pikir dan perilaku manusia lewat bahasa, sarana kehidupan dan
organisasi sosial. Kesenian adalah salah
satu media yang paling mudah diterima dalam penyebaran agama Islam. Salah satu
buktinya adalah menyebarnya agama Islam dengan menggunakan wayang kulit dan
gamelan oleh Suna Kalijaga. Diantara seni budaya nusantara yang telah
mendapatkan pengaruh dari ajaran Islam adalah :
a.
Wayang
Dalam bahasa berarti
“ayang-ayang” atau bayangan. Karena yang terlihat adalah bayangannya dalam
kelir (tabir kain putih sebagai gelanggang permainan wayang). Bisa juga diberi
penjelasan wayang adalah pertunjukkan yang disajikan dalam berbagai bentuk,
terutama yang mengandung unsur pelajaran (wejangan). Pertunjukkan ini diiringi
dengan teratur oleh seperangkat gamelan. Cerita dari wayang ini diilhami dari
Kitab Ramayana dan Mahabrata. Tentunya, para ulama mengubahnya menjadi
cerita-cerita keIslaman, sehingga tidak ada unsur kemusyrikan didalamnya.
b.
Qasidah
Qasidah artinya
suatu jenis seni suara yang menampilkan nasehat-nasehat keislaman. Dalam lagu
dan syairnya banyak mengandung dakwah Islamiyah yang berupa nasehat-nasehat,
shalawat kepada Nabi dan do’a-do’a. Biasanya qasidah diiringi dengan musik
rebana. Kejadian pertama kali menggunakan musik rebana adalah ketika Rasulullah
SAW di sambut dengan meriah di Madinah.
c.
Tari Zapin
Tari Zapin adalah
sebuah tarian yang mengiringi musik qasidah dan gambus. Tari Zapin diperagakan
dengan gerak tubuh yang indah dan lincah. Musik yang mengiringinya berirama
padang pasir atau daerah timur tengah. Tari Zapin biasa di pentaskan pada
upacara atau perayaan tertentu, misalnya : khitanan, perbikahan dan peringatan
hari besar Islam lainnya.
d.
Seni Bangunan
Peninggalan Islam
yang berupa fisik adalah arsitektur bangunan masjid, seni ukir dan seni
kaligrafi. Masjid yang dibangun di Indonesia tidak serta merta melambangkan
keislaman. Arsitektur yang digunakan adalah perpaduan antara Islam dan Hindu
atau Jawa. Contoh arsitektur bangunan adalah Masjid Agung Demak, dan lain-lain.
3. Tradisi Lokal Yang
Bernafaskan Islam
Banyak
tradisi-tradisi lokal bangsa Indonesia yang sudah mengandung nilai-nilai
keislaman. Diantara tradisi-tradisi tersebut adalah :
a.
Mauludan
Setiap bulan Rabi’ul
awwal tahun hijriyah, sebagian besar umat Islam Indonesia menyelenggarakan
acara mauludan. Maksud dari acara tersebut adalah untuk mengenang hari
kelahiran Rasulullah SAW. Dalam acara tersebut diadakan pembacaan sejarah hidup
Nabi Muhammad SAW melalui Kitab Al-Barzanji atau Situddurar. Puncak acara
biasanya terjadi pada tanggal 12 Rabi’ul awwal, dimana pada tanggal tersebut
Rasulullah SAW dilahirkan. Di Aceh, tradisi ini sebagai pengganti upeti atau
pajak bagi kerajaan Turki, karena Kerajaan Aceh memiliki hubungan diplomasi
yang baik dengan Turki.
b.
Grebek
Grebek adalah
tradisi untuk mengiringi para raja atau pembesar karajaan. Grebek pertama kali
diselenggarakan oleh Keraton Yogyakarta oleh Sultan Hamengkubuwono ke-1. Grebek
dilaksanakan saat Sultan memiliki hajat dalem berupa menikahkan putra
mahkotanya. Grebek di Yogyakarta di selenggarakan setiap 3 tahun sekali, yaitu
: pertama grebek pasa, syawal diadakan setiap tanggal 1 Syawal bertujuan untuk
menghormati Bulan Ramadhan dan Lailatul Qadr, kedua grebek besar, diadakan
setiap tanggal 10 dzulhijjah untuk merayakan hari raya kurban dan ketiga grebek
maulud setiap tanggal 12 Rabiul awwal untuk memperingati hari Maulid Nabi
Muhammad saw. Selain kota Yogyakarta, yang menyelenggarakan grebek adalah kota
Solo, Cirebon dan Demak.
c.
Sekaten
Sekaten adalah
tradisi membunyikan musik gamelan milik Keraton. Pertama kali terjadi di Pulau
Jawa. Tradisi ini sebagai sarana penyebaran agama Islam yang pada mulanya
dilakukan oleh Sunan Bonang. Dahulu, setiap kali Sunan Bonang membunyikan
gamelan diselingi dengan lagu-lagu yang berisi tentang agama Islam serta setiap
pergantian pukulan gamelan diselingi dengan membaca syahadatain. Sekaten juga
biasanya dilakukan bersamaan dengan acara grebek maulid.
d.
Selikuran
Maksudnya adalah
tradisi yang diselenggarakan setiap malam tanggal 21 Ramadhan. Tradisi tersebut
masih berjalan dengan baik di Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Selikuran
berasal dari kata selikur atau dua puluh
satu. Perayaan tersebut dalam rangka menyambut datangnya malam Lailatul
Qadar, yang menurut ajaran Islam Lailatul Qadar hadir pada 1/3 terakhir bulan
Ramadhan.
4. Apresiasi Terhadap Seni
Budaya dan Tradisi Lokal Yang Bernafaskan Islam
Seni
budaya dan tradisi lokal yang bernafaskan Islam sangat banyak dan memiliki
manfaat terhadap penyebaran agama Islam. Untuk itulah sebagai generasi Islam,
maka kita harus mampu mengapresiasikan diri terhadap permasalahan tersebut.
Bentuk dari apresiasi terhadap seni budaya dan tradisi tersebut adalah dengan
merawat, melestarikan, mengembangkan, simpati dan menghargai secara tulus atas
hasil karya para pendahulu.
Pada
zaman sekarang, ada sebagian kelompok umat Islam yang mengharamkan dan yang
membolehkan seni budaya dan tradisi yang ada. Mereka mengharamkan karena pada
zaman Rasulullah saw tidak pernah diajarkan seni dan tradisi tersebut. Yang
membolehkan dengan dasar bahwa semua tersebut adalah sebagai sarana dakwah
penyebaran agama Islam. Sebagai generasi Islam, kamu harus mampu mensikapi
secara bijaksana dan penuh toleransi.
Para
ulama’ dan wali pada zaman dahulu bukanlah manusia yang bodoh dan tidak tahu
hukum agama. Mereka mampu menerjemahkan pesan Islam ke dalam seni budaya dan
tradisi yang ada pada masyarakat Indonesia. Sehingga dengan mudah praktek keagamaan
umat Islam dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
Untuk itulah perlu adanya pemahaman secara bersama, bahwa seni budaya dan
tradisi tidak harus diharamkan secara total karena memang mengandung
nilai-nilai keislaman.
Umat
Islam adalah umat yang tidak hanya memikirkan urusan akhirat, tetapi juga
memikirkan kehidupan dunia. Kehidupan di dunia tidak hanya kebutuhan yang
bersifat fisik. Manusia juga membutuhkan sentuhan-sentuhan rohani dan kebutuhan
tersebut bisa melalui musik atau seni. Karena seni yang baik mengandung
keindahan.
Tradisi
lokal juga ada yang baik dan yang buruk. Tradisi yang baik kita pelihara
sehingga menjadi warisan budaya nasional. Dan tradisi yang buruk dibuang agar
tidak ditiru oleh generasi berikutnya.
C. SEJARAH TRADISI ISLAM
NUSANTARA
Pada tahun 30 Hijriyah atau 651 Masehi,
hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman
bin Affan r.a mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang
belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu 4 tahun ini, para
utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun
kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan
dagang di pantai barat Sumatra. Inilah
perkenalan pertama penduduk Nusantara dengan Islam. Sejak saat itu, para pelaut
dan pedagang muslim terus berdatangan abad demi abad. Mereka membeli hasil bumi
dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.
Lambat laun, penduduk pribumi mulai memeluk
Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari
Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di
Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Samudra Pasai.
Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Samudra
Pasai pada tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan
Islam. Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara muslim dari Maghribi,
yang ketika singgah di Aceh (746 H / 1345 M) menuliskan bahwa di Aceh telah
tersebar Mazhab Syafi’i. Adapun peninggalan tertua dari kaum muslimin yang
ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam
Islam, salah satunya makam Fathimah binti Maimun pada makamnya tertulis tahun
475 H / 1082 M, yaitu pada zaman Kerajaan Singsari. Diperkirakan makam-makam
ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab.
Seiring berjalannya waktu, banyak para ulama
yang menyebarkan Isalm di Indonesia. Para ulama ini menyebarkan agama Islam
dengan berbagai cara, salah satunya melalui bidang kesenian dan akulturasi agar
mudah di terima. Karena, sebelum datangnya Islam para penduduk pribumi memeluk
agama Hindu-Budha dan kepercayaan animisme dan dinamisme. Dengan menyelipkan
ajaran agama Islam pada tradisi yang biasa mereka lakukan, maka akan
mempermudah para ulama untuk menyebrkan agama Islam.
1. Tokoh-Tokoh Islam Di
Indonesia Yang Terkemuka
Tokoh-tokoh Islam di
Indonesia yang terkemuka, salah satunya yaitu :
a. Abdur Rauf Singkel dari
Aceh
Abdur
Rauf Singkel lahir pada tahun 1024 H atau 1615 M, di kota Singkel, Aceh. Nama
aslinya Abdur Rauf Al-Fansuri. Ia orang yang pertama mengembangkan Tarekat Satariyah
di Indonesia. Karya-karya beliau terdiri dari berbagai bidang ilmu, antara lain
ilmu Tafsir, ilmu Hadis, ilmu Fiqih, dan ilmu Tasawuf. Kitab Tafsir yang ada di
Indonesia adalah kitab Tafdir hasil karya Abdur Rauf Signkel.
Abdur
Rauf Singkel ini adalah seorang ulama yang produktif, yang berperan memberikan
penjelasan dan pemahaman mengenai kandungan ayat Al-Qur’an melalui
kajian-kajian tafsir dan berperan dalam penyebaran Islam melalui kegiatan
Tarekat Satariyah. Hasil karya Abdur Rauf Singkel yang berupa tulisan berjumlah
lebih dari 21 buah, terdiri dari kitab tafsir, Hadis, Fiqih, Tasawuf dan
lainnya. Kitab Tafsir berbahasa melayu
yang pertama ada di Indonesia merupakan buah karyanya , yaitu Kitab Tarjuman Al-Mustafid (terjemahan pemberi
faedah), dan lain-lain. Karyanya
dibidang Tasawuf diantaranya Umdat
Al-Muhtajin (tiang orang-orang yang memerlukan).
Tarekat
Satariyah adalah paham yang menyatakan bahwa satu-satunya wujud hakiki adalah
Allah SWT. Alam ciptaan-Nya adalah wujud
bayangan, yakni bayangan dari wujud hakiki. Walaupun wujud Tuhan berbeda dengan
wujud bayangan atau alam, terdapat keserupaan antara kedua wujud ini. Tuhan
merupakan Tajalli, yaitu penampakkan diri dalam bentuk alam. Tarekat ini
bertujuan untuk membangkitkan kesadaran terhadap keberadaan Allah SWT dalam
hati manusia. Hal itu dapat dicapai melalui pengalaman beberapa macam zikir.
Abdur
Rauf Singkel diangkat menjadi mufti Kerajaan Aceh oleh Sultanah Safiatuddin
Tajul Alam. Dengan dukungan Kerajaan, ia berhasil menghapus ajaran Salik Buta.
Abdur Rauf Singkel meninggal di Kuala, Aceh dan makamnya berada di kota yang
sama. Sebagai tokoh agama, ia mempunyai nama lain yaitu Tengku Syiah Kuala.
Nama Syiah Kuala ini diabadikan untuk nama sebuah perguruan tinggi di Banda
Aceh, yaitu Universitas Syah Kuala yang berdiri pada tahun 1961.
b. Syekh Nawawi Al-Bantani
Syekh
Nawawi Al-Bantani lahir pada tahun 1230 H/1813 M di Banten, Jawa Barat dan
meninggal di Mekah 1314 H/1897 M. Seorang ulama besar, penulis, dan pendidik
dari Banten. Nama aslinya adalah Nawawi bin Umar bin Arabi. Dikalangan
keluarganya, Syekh Nawawi dikenal dengan sebutan Abdul Mukti.
Pada
usia 15 tahun, Syekh Nawawi telah melaksanakan ibadah Haji dan tinggal di Mekkah lebih dari 3 tahun untik menimba
dan memperdalam ilmu agama dari beberapa orang syekh, baik di Mekkah maupun di
Madinah. Setelah pulang dari tanah suci,
Syekh Nawawi mengajar di pesantren peninggalan orang tuanya. Namun karena
situasi dan kondisi politik yang tidak menguntungkan, ia kembali ke Mekkah dan bermukim di sana hingga akhir
hidupnya.
Syekh
Nawawi Al-Bantani sangat berperan dalam menyebarkan Islam di Indonesia, yaitu
memberikan penjelasan dan pemahaman mengenai kandungan ayat Al-Qur’an melalui
kajian-kajian tafsir dan melalui kegiatan tarekat Satariyah. Syekh Nawawi
memiliki beberapa pandangan dan pendirian yang khas, diantaranya dalam
menghadapi pemerintah kolonial, ia tidak agresif atau reaksioner. Namun
demikian, ia anti bekerja sama dengan pihak kolonial dalam bentuk apapun. Ia
lebih suka mengarahkan perhatiannya pada pendidikan, membekali murid-muridnya
dengan jiwa-jiwa keagamaan dan sangat menegakan kebenaran.
D. SENI BUDAYA LOKAL SEBAGAI
BAGIAN DARI TRADISI ISLAM
1. Pengertian Seni Budaya
Lokal
a. Pengertian Seni
Seni adalah
penggunaan imajinasi manusia secara kreatif untuk menikmati kehidupan. Oleh
karena itu, bentuk kesenian dapat muncul melalui benda-benda yang digunakan
sehari-hari, serta dapat pula melalui benda-benda khusus yang hanya digunakan
untuk kepentingan tertentu seperti ritual atau upacara. Seni juga dapat di
definisikan sebagai hasil ciptaan manusia yang mengandung unsur indah, lembut,
halus serta mempesona.
b. Pengertian Budaya Lokal
dan Cirinya
Budaya lokal adalah
budaya asli suatu kelompok masyarakat tertentu. Menurut J.W. Ajawalia, budaya
lokal adalah cirri khas budaya sebuah kelompok masyarakat lokal. Misalnya budaya
masyarakat pedalaman Sunda (Baduy), dan lain-lain. Cirri khas budaya tersebut merupakan
kebiasaan yang diwariskan secara turun-temurun, meskipun di tengah-tengah
perkembangannya mengalami perubahan nilai. Perubahan dimaksud diakibatkan
beberapa hal, misalnya percepatan migrasi dan penyebaran media komunikasi
secara global, sehingga tidak ada budaya lokal suatu kelompok masyarakat yang
masih sedemikian asli atau karena masyarakat sudah tidak memperhatikan lagi
pada budaya lokal tersebut.
2. Seni Budaya Pra-Islam
Produk
seni budaya pra-Islam di Nusantara dapat di bedakan dalam kategori kurun waktu,
yakni seni budaya yang berasal dari masa prasejarah, masa kontak dengan tradisi
besar Hindu, dan seni budaya etnik lokal yang masih ada sampai sekarang, yang
diasumsikan berakar jauh ke masa lampau.
Dari kurun prasejarah, kehidupan seni
budaya di tandai oleh pendirian monument-monumen seremonial, baik berukuran
kecil, sedang maupun besar, yakni berupa peninggalan yang dibuat dari susunan
batu. Salah satu rekayasa arsitektur yang dianggap berasal dari tradisi megalit
atau prasejarah adalah pendirian bangunan yang umum disebut dengan teras
berundak (teras piramida), seperti terdapat di Gunung Padang (Cianjur dan
Sukabumi). Peninggalan sejenis ini ditemukan di berbagai plosok Nusantara.
Bangunan teras berundak berasosiasi dengan satu atau beberapa jenis unsur
megalit lainnya, seperti menhir, arca batu, altar batu, batu lumpang, dakon
batu dan lain-lain. Beberapa batu dari bangunan teras berundak itu
diukur/dipahat dengan unsur dekoratif tertentu.
Seni utama dunia Islam, kaligrafi,
mozaik, dan arabesk sampai di Nusantara sebagai unsur seni baru. Pada seni
pahat juga tampak variasi dan pembauran antara anasir asing dan lokal, termasuk
pra-Islam. Ini tampak pada hasil seni pahat makam dengan kandungan kreativitas
lokal (Barus, Limapuluh Kota, Binamu), Hindu (Troloyo, Gresik, Airmata, dan
Astatinggi), dan Asing (Pasai, Aceh, Ternate Tidore). Secara tipologis,
nisan-nisan makam muslim Nusantara memperlihatkan tipe-tipe Aceh, Demak
Troloyo, Bugis Makassar, dan tipe-tipe lokal.
E. PENGARUH TRADISI ISLAM TERHADAP
BUDAYA LOKAL
1. Seni Bangunan
Peninggalan
Islam yang berupa fisik adalah arsitektur bangunan atau seni bangunan. Masjid yang dibangun di Indonesia tidak serta
merta melambangkan keislaman. Arsitektur yang digunakan adalah perpaduan antara
Islam dan Hindu atau Jawa. Contoh arsitektur bangunan adalah Masjid Agung
Demak, makam, dan lain-lain.
2. Seni Rupa
Dengan
datangnya agama Islam di Nusantara ternyata membawa pengaruh juga terhadap
budaya lokal, salah satunya terhadap seni rupa.
Seni ukir. Ajaran agama Islam melarang berkreasi makhluk bernyawa ke
dalam seni. Larangan di pegang para penyebar Islam Indonesia. Sebagai pengganti
kreativitas, mereka aktif membuat kaligrafi serta ukiran tersamar. Misalnya
bentuk dedaunan, bunga, bukit-bukit, karang, pemandangan, serta garis-garis
geometris. Termasuk ke dalamnya pembuatan kaligrafi huruf Arab.
3. Aksara dan Seni Sastra
Dalam
perkembangannya, Bahasa Arab di gunakan juga oleh para muslim non-Arab dalam
berbagai kegiatan agama, terutama shalat dan mengaji. Penggunaan huruf
Arab di Indonesia pertama kali terlihat
pada batu nisan di Leran Gresik, yang diduga makam salah seorang bangsawan
Majapahit yang telah masuk Islam. Dalam perkembangan selanjutnya, pengaruh
huruf dan Bahasa Arab terlihat pada karya-karya satra di wilayah-wilayah yang
keIslamanya lumayan kuat, seperti di Sumatra, Sulawesi, Makassar dan Jawa.
Penulisan huruf Arab berkembang pesat ketika karya-karya yang bercorak
Hindu-Budha diusupi unsur-unsur Islam. Huruf yang lebih banyak dipergunakan
adalah aksara Arab gundul (pegon).
Seni
sastra. Seperti India, Islam pun memberi pengaruh terhadap sastra Nusantara.
Sastra bermuatan Islam terutama berkembang di sekitar Selat Malaka dan Jawa.
Sastrawan Islam melakukan gubahan baru atas Mahabrata, Ramayana dan
Pancatantra. Hasil gubahan misalnya Hikayat Pandawa Lima, Hikayat Perang
Pandawa Jawa, Hikayat Seri Rama, dan lain-lain.
4. Sistem Pemerintahan
Dalam
pemerintahan juga terdapat akulturasi antara kebudayaan Islam dan kebudayaan
pra-Islam. Bentuk akulturasi tersebut terlihat dalam penyebutan nama raja dan
sistem pengangkatan raja.
a.
Penyebutan Nama Raja
Masuknya Islam
menimbulkan perubahan dalam penyebutan raja. Penguasa suatu negeri pada masa
pra-Islam disebut sebagai raja, akan tetapi dengan masuknya Islam dipanggil
Sultan, Sunan, Susuhunan, Panembahan dan Maulana. Nama raja juga disesuaikan
dengan nama Islam (Arab).
b.
Sistem Pengangkatan Raja
Walaupun Islam telah
masuk, akan tetapi dalam pengangkatan seorang raja, cara lama tidak
ditinggalkan. Sebagai contoh adalah di Kesultanan Aceh. Di Kesultanan Aceh
pengangkatan raja diatur dalam permufakatan dengan hokum adapt. Tata caranya
adalah berdiri di atas tabal, kemudian disertai ulama sambil membawa Al-Qur’an
berdiri di sebelah kanan, sedangkan perdana menteri membawa pedang berdiri do
sebelah kiri.
5. Sistem Kalender
Sebelum
budaya Islam masuk ke Indonesia,masyarakat Indonesia sudah mengenal
kalender Saka. Setelah berkembangnya
Islam, Sultan Agung dari Mataram menciptakan kalender Jawa, dengan menggunakan
perhitungan peredaran bulan (komariah)seperti tahun hijriyah Islam. Pada
kalender Jawa, Sultan Agung melakukan perubahan pada nama-nama bulan, seperti
Muharram diganti dengan Syuro, Ramadhan diganti dengan Passa. Sedangkan
nama-nama hari tetap menggunakan hari-hari sesuai denghan bahasa Arab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar