iklan

BIG PROMO

PASANG IKLAN

INGIN BERIKLAN DISINI? CARANYA GAMPANG,

, KLIK DISINI!!!!

BIG PROMO

WordLinx - Get Paid To Click

MAKE YOUR DOLLARS HERE!!!!

MOHON BANTUAN ANDA SEMUA

PENTING!!!!SEBELUM MEMBACA,,,!!!!!COBA !!!!!!KLIK DISINI!!!!!!!!!!



Rabu, 29 Mei 2013

Sehat Dan Sunnah Mencabut Bulu Ketiak

Sehat Dan Sunnah Mencabut Bulu Ketiak, Kalau Sakit Gimana?

http://muslimafiyah.com#
“kalau dicabut sakit dong”
Mungkin ini komentar orang yang belum mengetahui. Penulis ingin berbagi pengalaman, alhamdulillah kami sudah mendengar hadits mengenai fitrah sehat yaitu salah satunya mencabut bulu ketiak, sampai saat ini kami selalu mencabut dan tidak pernah mencukur apalagi menguris dengan silet/pisau cukur. Dan hasilnya sangat baik, bulu di sekitar ketiak tumbuh sangat jarang-jarang (karena terkadang akarnya tercabut), tidak lebat dan terasa lebih sehat.

Sunnah mencabut bulu ketiak
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْفِطْرَةُ خَمْسٌ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَقَصُّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَنَتْفُ الْآبَاطِ
“Ada lima macam fitrah, yaitu: khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.” [1]
dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَشْرٌ مِنْ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَقَصُّ الْأَظْفَارِ وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ وَنَتْفُ الْإِبِطِ وَحَلْقُ الْعَانَةِ وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ قَالَ زَكَرِيَّاءُ قَالَ مُصْعَبٌ وَنَسِيتُ الْعَاشِرَةَ إِلَّا أَنْ تَكُونَ الْمَضْمَضَةَ
“Ada sepuluh macam fitrah, yaitu memotong kumis, memelihara jenggot, bersiwak, istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung,-pen), memotong kuku, membasuh persendian, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, istinja’ (cebok) dengan air.” Zakaria berkata bahwa Mu’shob berkata, “Aku lupa yang kesepuluh, aku merasa yang kesepuluh adalah berkumur.” (HR. Muslim no. 261, Abu Daud no. 52, At Tirmidzi no. 2906, An Nasai 8/152, Ibnu Majah no. 293)
Dan sebaiknya hal ini tidak dibiarkan lebih dari 40 hari (mencabut setiap 40 hari), dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu:
وُقِّتَ لَنَا فِي قَصِّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمِ الْأَظْفَارِ وَنَتْفِ الْإِبِطِ وَحَلْقِ الْعَانَةِ أَنْ لَا نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Kami diberi batasan waktu oleh Rasulullah untuk mencukur kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur bulu kemaluan, tidak dibiarkan lebih dari 40 hari.” [2]
kesehatan dan hikmahnya
mengenai hikmah mengapa dicabut, bukan di cukur saja, syaikh Hasan bin Abdus Satir An-Nu’mani berkata,
: ان ربنا سبحانه و تعالى ما وضع لنا تشريع إلا بحكمه , و الحكمه هنا حسب فهم بعض العلماء الاجلاء,
ان النتف مفيد فى حاله الابط , لانه يجعل الابط طرياً أو محتفظا بليونته ,و يستأصل الشعر من موضعه الاصلى , فيمنع الرائحه و نمو الشعر لفتره أطول
و لو , استخدمنا الحلاقه , فسوف يزداد الشعر و يصبح الجلد قويا , و صلبا و يكون موضع رائحه كريه , لذلك الانتف أفضل و لكنه شاق على بعض الناس .
“Sesungguhnya Rabb Kita Subhanahu wa Ta’ala tidaklah mensyariatkan kecuali ada hikmah dan hikmah ini (mencabut bulu ketiak) sebagaimana pemahaman para ulama adalah mencabutnya bermanfaat sesuai keadaan di ketiak karena menjadikan ketiak lembut , terjaga , mencabut akar rambut dari asalnya (folikel) dan mencegah dari bau yang tidak enak.
Jika dicukur maka bisa menambah (lebatnya) bulu ketiak, membuat kulit menjadi tebal dan kaku serta bisa menjadi tempat timbulnya bau tidak enak. Oleh karena itu yang lebih afdhal adalah mencabut akan tetapi terasa sakit pada sebagian orang.[3]

Tentunya ketika mencabut bulu ketiak harus memperhatikan sterilitas dan kebersihan alat, lebih baik dilakukan setelah mandi. Ini lebih sehat karena terkadang folikel rambut juga tercabut dan rambut tidak akan tumbuh lagi.

Lebih afdhal mencabut, tetapi jika sakit boleh mencukur
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,
فصل : ونتف الإبط سنة لأنه من الفطرة ويفحش بتركه وإن أزال الشعر بالحلق والنورة جاز ونتفه أفضل لموافقته الخبر قال حرب : قلت ل إسحاق نتف الإبط إليك أو بنورة ؟ قال نتفه إن قدر
“Mancabut bulu ketiak adalah sunnah karena merupakan fitrah, meninggalkannya adalah perbuatan yang kurang baik (kurang afdhal maksudnya, pent), jika dihilangkan dengan mencukur  atau dengan tawas maka boleh sedangkan mencabutnya lebih afdhal karena mencocoki khabar (hadits), Harb berkata, “Aku katakan kepada Ishaq: ‘Mencabut rambut ketiak lebih engkau sukai ataukah menghilangkannya dengan obat perontok?’ Ishaq menjawab, ‘Mencabutnya, bila memang seseorang mampu’.” [4]
Al-Baidhawi rahimahullah berkata,
والمسنون في إزالة هذا الشعر هو النتف للإبط والحلق للعانة ، وبأي شيء أزاله صح. حيث إن الغرض هو إزالة هذا الشعر فمن لم يقو على نتف الإبط جاز له الحلق بالموسى أو غيره
“termasuk sunnah menghilangkan rambut adalah mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan dengan berbagai cara untuk menghilangkannya maka sah-sah saja. Tujuannya adalah menghilangkan rambut, barangsiapa yang tidak kuat (menahan sakit) ketika mancabut bulu ketiak maka boleh baginya mencukur dengan silet atau sejenisnya.”[5]

Dan Fatwa ulama di zaman ini, syaikh Prof. Abdullah bin Jibrin rahimahullah, beliau ditanya:
السؤال: ما حكم حلق شعر الإبطين أو قصه لمَن لا يقوى على نتفه؟
Apakah hukum mencukur bulu kedua ketiak atau memotongnya bagi orang yang tidak kuat (menahan rasa sakit ketika-pent) mencabutnya?
لا بأس بذلك؛ فإن القصد إزالته لئلا يعلق به العرق والوسخ، ويحصل منه النَّتْنُ والصُّنَان المضر لمن شَمَّهُ بخبث رائحته، وحيث أنه يقع في موضع رقيق، فإن الأصل نتفه، وذلك سهل ومعتاد؛ لا يشق ولا يستصعب، فإن لم يَقْوَ على النتف جاز القص بالمقراض، والإزالة بالنُّورَة، والحلق بالمُوسَ ونحوه.
Jawaban:
Tidak apa-apa melakukan hal itu sebab tujuan utama adalah menghilangkannya sehingga keringat dan kotoran tidak menempel lalu menimbulkan pembusukan dan nanah yang mengganggu orang yang menciumnya karena baunya yang tidak sedap.  Karena ia tumbuh di tempat yang tipis maka pada asalnya harus dicabut dan hal ini memudahkan dan biasa (alami), tidak menyusahkan apalagi menyulitkan. Namun, bila dia tidak kuat mencabutnya, boleh memotongnya dengan gunting, menghilangkannya dengan tawas dan mencukurnya dengan pisau cukur, atau semisalnya. [6]

@Ruang Bulat RSUP Sardjito-Jogja, 24 Jumadil Awwal 1434 H
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com


[1] HR. Bukhari no. 5891 dan Muslim no. 258
[2] HR. Muslim
[4] Al-Mughni  hal. 100,  Darul Fikr, Beirut, cet. I, 1405 H, syamilah
[6] Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/29732

Tidak ada komentar:

Posting Komentar