BRI 006201001451531 a.n zaenal aripin
Akhlaq muslim
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan
oleh Ahmad dan An-Nasa'i, Anas bin Malik menceritakan sebuah kejadian yang
dialaminya pada sebuah majelis bersama Rusulullah SAW.
Anas bercerita, "Pada suatu hari
kamu duduk bersama Rasulullah SAW., kemudian beliau bersabda, "Sebentar
lagi akan muncul dihadapan kalian seorang laki-laki penghuni surga."
Tiba-tiba muncullah laki-laki Anshar yang janggutnya basah dengan air wudhunya.
Dia mengikat kedua sandalnya pada tangan sebelah kiri."
Esok harinya, Rasulullah SAW. berkata
begitu juga, "Akan datang seorang lelaki penghuni surga." Dan
munculah laki-laki yang sama. Begitulah Nabi mengulang sampai tiga kali.
Ketika majelis Rasulullah selesai,
Abdullah bin Amr bin Al-Ash r.a. mencoba mengikuti seorang lelaki yang disebut
oleh Nabi sebagai penghuni surga itu. Kemudian dia berkata kepadanya dia
berkata kepadanya, "Saya ini bertengkar dengan ayah saya, dan saya
berjanji kepada ayah saya bahwa selama tiga hari saya tidak akan menemuinya.
Maukah kamu memberi tempat pondokan buat saya selama hari-hari itu ?"
Abdullah mengikuti orang itu ke
rumahnya, dan tidulah Abdullah di rumah orang itu selaga tiga malam. Selama itu
Abdullah ingin menyaksikan ibadah apa gerangan yang dilakukan oleh orang itu
yang disebut oleh Rasulullah sebagai penghuni surga. Tetapi selama itu pula dia
tidak menyaksikan sesuatu yang istimewa di dalam ibadahnya.
Kata Abdullah, "Setelah lewat tiga
hari aku tidak melihat amalannya sampai-sampai aku hampir-hampir meremehkan
amalannya, lalu aku berkata, Hai hamba Allah, sebenarnya aku tidak bertengkar
dengan ayahku, dan tidak juga aku menjauhinya. Tetapi aku mendengar Rasulullah
SAW. berkata tentang dirimu sampai tiga kali, "Akan datang seorang darimu
sebagai penghuni surga." Aku ingin memperhatikan amalanmu supaya aku dapat
menirunya. Mudah-mudahan dengan amal yang sama aku mencapai kedudukanmu."
Lalu orang itu berkata, "Yang aku
amalkan tidak lebih daripada apa yang engkau saksikan". Ketika aku mau
berpaling, kata Abdullah, dia memanggil lagi, kemudian berkata, "Demi
Allah, amalku tidak lebih daripada apa yang engkau saksikan itu. Hanya saja aku
tidak pernah menyimpan pada diriku niat yang buruk terhadap kaum Muslim, dan
aku tidak pernah menyimpan rasa dengki kepada mereka atas kebaikan yang
diberikan Allah kepada mereka." Lalu Abdullah bin Amr berkata,
"Beginilah bersihnya hatimu dari perasaan jelek dari kaum Muslim, dan
bersihnya hatimu dari perasaan dengki. Inilah tampaknya yang menyebabkan engkau
sampai ke tempat yang terpuji itu. Inilah justru yang tidak pernah bisa kami
lakukan.
Memberikan hati yang bersih, tidak
menyimpan prasangka yang jelek terhadap kaum Muslim kelihatannya sederhana
tetapi justru amal itulah yang seringkali sulit kita lakukan. Mungkin kita
mampu berdiri di malam hari, sujud dan rukuk di hadapan Allah SWT, akan tetapi
amat sulit bagi kita menghilangkan kedengkian kepada sesama kaum Muslim, hanya
karena kita duga pahamnya berbeda dengan kita. Hanya karena kita pikir bahwa
dia berasal dari golongan yang berbeda dengan kita. Atau hanya karena dia
memperoleh kelebihan yang diberikan Allah, dan kelebihan itu tidak kita miliki.
"Inilah justru yang tidak mampu kita lakukan, " kata Abdullah bin Amr
(Hayat Al-Shahabah, II, 520-521).
Pada halaman yang sama, Al-Kandahlawi
menceritakan suatu hadis tentang sahabat Nabi yang bernama Abu Dujanah. Ketika
Abu Dujanah sakit keras, sahabat yang lain berkunjung kepadanya.
Tetapi menakjubkan, walaupun wajahnya
pucat pasi, Abu Dujanah tetap memancarkan cahayanya, bahkan pada akhir
hayatnya. Kemudian sahabatnya bertanya kepadanya, "Apa yang menyebabkan
wajah Anda bersinar?" Abu Dujanah menjawab, "Ada amal yang tidak
pernah kutinggalkan dalam hidup ini. Pertama, aku tidak pernah berbicara
tentang sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Kedua, aku selalu mengahadapi sesama
kaum Muslim dengan hati yang bersih, yang oleh Al-Quran disebut qalbun
salim".
Al-Quran menyebut kata qalbun salim ini
ketika Allah SWT. berfirman tentang suatu hari di hari kiamat, ketika tidak ada
orang yang selamat dengan harta dan kekayaannya kecuali yang membawa hati yang
bersih.
Pada hari itu tidak ada manfaatnya di
hadapan Allah SWT, harta dan anak-anak kecuali orang yang datang dengan hati
yang bersih (QS 26:88-89).
Di dalam Islam, Rasulullah yang mulia
sejak awal dakwahnya mengajarkan kepada kaum Muslim untuk memperlakukan kaum
Muslim yang lain sebagai saudara-saudaranya. Al-Quran mengatakan bahwa salah
satu tanda orang yang beriman ialah menjalin persaudaraan dengan sesama kaum
beriman lain. Al-Quran menggunakan kalimat yang disebut adat al-hasr, yaitu
"innama" -artinya yang tidak sanggup memelihara persaudaraan itu
tidak termasuk orang yang beriman.
Imam Al-Ghazali ketika menyebutkan ayat
ini juga menegaskan bahwa orang yang beriman sajalah yang dapat memelihara
persaudaraan dengan sesama kaum Muslim. Hanya yang beriman yang bisa
menumbuhkan kasih sayang kepada kaum Muslim. Rasulullah SAW. menegaskan ayat
ini dengan sabdanya : "Tidak beriman di antara kamu sebelum kamu mencintai
saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri."
Rasulullah yang mulia menyebutkan bahwa
salah satu tanda orang yang beriman ialah mempunyai kecintaan yang tulus
terhadap kaum Muslim. Dan dalam riwayat yang lain, Rasulullah SAW. bersabda :
"Agama adalah kecintaan yang tulus."
Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan
sebuah hadis yang diriwayatkan oleh As-Suyuthi dalam kitabnya, Ad-Durr
Al-Mantsur. Ketika sampai pada ayat yang mengatakan bahwa Allah menolak
segolongan manusia dengan segolongan manusia yang lain, pada surah Al-Baqarah,
As-Suyuthi meriwayatkan hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Thabrani bahwa
Rasulullah SAW. bersabda, "Setiap masa ada orang yang sangat dekat dengan
Allah (yang oleh Rasulullah disebut ABDAL). Kalau salah seorang di antara
mereka mati, maka Allah akan menggantikannya dengan orang lain. Begitulah orang
itu selalu ada di tengah-tengah masyarakat."
Rasulullah mengatakan bahwa berkat
kehadiran mereka Allah menyelamatkan suatu masyarakat dari bencana. Karena
merekalah Allah menurunkan hujan, karena merekalah Allah menumbuhkan tetanaman,
dan karena merekalah Allah mengidupkan dan mematikan. Sehingga para sahabat
bertanya kepada Rasulullah, "Apa maksudnya karena merekalah Allah
menghidupkan dan mematikan?" Rasulullah menjawab : "Kalau mereka
berdoa agar Allah memanjangkan usia seseorang, maka Allah panjangkan usianya.
Kalau mereka berdoa agar orang zalim itu binasa, maka Allah binasakan
mereka". Kemudian Rasulullah bersabda : "Orang ini mencapai kedudukan
yang tinggi bukan karena banyak shalatnya, bukan karena banyak puasanya, bukan
pula karena banyaknya ibadah hajinya, tetapi karena dua hal : yaitu memiliki
sifat kedermawanan dan kecintaan yang tulus kepada sesama kaum Muslim."
Renungan-Renungan Sufistik oleh
Jalaluddin Rakhmat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar