Lewat jajak pendapat yang kami ajukan pada Rabu (18/9)-Kamis (19/9)
lalu, kami bertanya pada Anda, pembaca. Apakah Anda tertarik untuk
membeli mobil murah atau low cost green car (LCGC)?
Ada 4912 suara yang masuk dalam jajak pendapat selama 24 jam itu. Hasilnya? Tercatat ada 1849 orang yang menjawab ya atau 37% tertarik, dan 3063 (62%) yang mengatakan tidak.
Beberapa komentar yang muncul menemani pertanyaan polling tersebut menyoroti tidak konsistennya perkataan dan tindakan menteri serta wapres berkaitan dengan mobil murah. Jika sebelumnya pemerintah pusat, dan Wakil Presiden Boediono, sudah mengeluarkan instruksi untuk mengatasi kemacetan, malah justru wapres yang kini tak bersuara dalam kebijakan mobil murah.
Belum lagi kebutuhan bahan bakar nasional yang akan semakin meningkat. Padahal kekacauan rupiah yang terjadi sekarang salah satunya adalah karena defisit perdagangan terbesar sepanjang sejarah yang terjadi karena impor migas. Jika dengan mobil harga standar saja orang masih suka membeli BBM bersubsidi, apa yang akan terjadi dengan konsumsi BBM bersubsidi saat mobil murah sudah ada di pasaran?
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo pun mengirimkan surat keberatan ke kantor Wakil Presiden Boediono. Ia protes atas kebijakan pemerintah pusat untuk membanjiri pasar dengan mobil murah, saat ia sedang berusaha menangani tugas terbesarnya, kemacetan ibu kota.
Menteri Perindustrian MS Hidayat pun kini mengambil langkah mundur, berencana membatasi penjualan mobil murah di Jakarta.
Terlepas dari berlanjut atau tidaknya pembatasan penjualan mobil murah ini, kami ingin mengetahui, jika Anda tak tertarik membeli mobil murah, apa pertimbangannya? Apakah karena harga 'murah' yang tak terlalu murah atau karena khawatir menyumbang kemacetan? Atau ada pertimbangan lain seperti yang tertera di jajak pendapat di bawah ini?
Kami ingin mendengar pendapat dan komentar Anda soal ini.
Ada 4912 suara yang masuk dalam jajak pendapat selama 24 jam itu. Hasilnya? Tercatat ada 1849 orang yang menjawab ya atau 37% tertarik, dan 3063 (62%) yang mengatakan tidak.
Beberapa komentar yang muncul menemani pertanyaan polling tersebut menyoroti tidak konsistennya perkataan dan tindakan menteri serta wapres berkaitan dengan mobil murah. Jika sebelumnya pemerintah pusat, dan Wakil Presiden Boediono, sudah mengeluarkan instruksi untuk mengatasi kemacetan, malah justru wapres yang kini tak bersuara dalam kebijakan mobil murah.
Belum lagi kebutuhan bahan bakar nasional yang akan semakin meningkat. Padahal kekacauan rupiah yang terjadi sekarang salah satunya adalah karena defisit perdagangan terbesar sepanjang sejarah yang terjadi karena impor migas. Jika dengan mobil harga standar saja orang masih suka membeli BBM bersubsidi, apa yang akan terjadi dengan konsumsi BBM bersubsidi saat mobil murah sudah ada di pasaran?
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo pun mengirimkan surat keberatan ke kantor Wakil Presiden Boediono. Ia protes atas kebijakan pemerintah pusat untuk membanjiri pasar dengan mobil murah, saat ia sedang berusaha menangani tugas terbesarnya, kemacetan ibu kota.
Menteri Perindustrian MS Hidayat pun kini mengambil langkah mundur, berencana membatasi penjualan mobil murah di Jakarta.
Terlepas dari berlanjut atau tidaknya pembatasan penjualan mobil murah ini, kami ingin mengetahui, jika Anda tak tertarik membeli mobil murah, apa pertimbangannya? Apakah karena harga 'murah' yang tak terlalu murah atau karena khawatir menyumbang kemacetan? Atau ada pertimbangan lain seperti yang tertera di jajak pendapat di bawah ini?
Kami ingin mendengar pendapat dan komentar Anda soal ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar