Assalamu’alaikum
wr wb
Sebagai penganut islam yang ta’at, kita
harus mematuhi segala apa yang diperintahkan oleh ALLAH SWT dan menjauhi segala
apa yang dilarang oleh ALLAH SWT, karena selain bernilai ibadah, pasti
dibaliknya terdapat manfa’at yang berdampak positif bagi yang mematuhinya.
Pada hari ini, saya akan mencoba
membahas tentang hukum mencabut alis
mata, tato, mengubah bentuk gigi, menyambung rambut, karena “tidak ada gading
yang tak retak”, saya meminta bantuan kepada para pembaca untuk mengoreksi
artikel ini, apabila di artikel ini terdapat kesalahan, karena saya masih dalam
proses belajar.
Kali ini saya akan coba membahas tentang
Dilarang
mengeraskan suara & melembutkan suara, dilaranng memakai jilbab/alat
penutup aurat yang ketat dan terbuka, dilarang memakai parfum yang berlebihan(Khusus
bagi wanita), dilarang BERPACARAN, Dilarang
Cipika-cipiki dan saling bersentuhan antara lawan jenis, bahkan dengan
sejenispun bisa haram(kalau dengan nafsu), dilarang membuka aurat kepada yang
bukan mahram, batasa-batas aurat,
dilarang untuk berdua-dua an dengan lawan jenis(dengan sejenispun tidak
boleh karena bisa terjadi,,,,MA’AF,,,penyakit homoseksual)dan dilarang melihat
lawan jenis(dengan sejenispun tidak boleh, kalau dengan syahwat)
Hukum
menutup aurat dan batas-batas aurat, Seperti firman ALLAH SWT:
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah
menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk
perhiasan.” (QS Al-A’raf [7] : 26)
Jadi, Allah menciptakan pakaian bagi dua
sisi hikmah yang teramat besar. Yang pertama: Untuk menutupi aurat; yang kedua:
Sebagai alat untuk keindahan, perhiasan dan kecantikan. Kemudian Dia mengarahkan
kita, atau mengabarkan kepada kita, pakaian yang terbaik daripada pakaian yang
dikenakan di tubuh, dan itulah pakaian takwa:
“Dan pakaian takwa itulah yang paling baik.”
(QS A;-A’raf [7] : 26)
Keduanya, laki-laki dan perempuan, harus
menutupi auratnya dengan perlindungan yang memadai karena ini akan menjaga
akhlak. Adapun (rasa) tidak tahu malu dan ketelanjangan, hal ini mendorong pada
hal-hal yang merusak akhlak. Kehilangan kehormatan, penyebaran kemaksiatan.
Namun manakala aurat tersembunyi dengan penutupan yang diperintahkan Allah yang
harus ditaati oleh laki-laki dan perempuan, hal ini akan melindungi kemaluan
dari zina dan homoseksual dan melindungi kemaluan dari perkara haram yang
dilarang Allah.
Kemudian Allah mengkhususkan wanita dari
laki-laki, dimana Dia berfirman:
“Dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kudung ke dadanya,” (QS An-Nuur [24] : 31)
Disini Allah memerintahkan wanita untuk
mengenakan Hijab, yang merupakan penutupan yang menyeluruh yang menutupi tubuh
wanita termasuk wajahnya, tangan, kaki dan seluruh tubuhnya. Hal ini juga
berlaku untuk rambutnya, yang harus ditutupinya dihadapan pria yang bukan
mahramnya. “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya” berarti dia tidak
boleh memperlihatkan perhiasannya baik itu perhiasan fisik yang terdiri dari
tubuhnya seperti wajah,
tangan, dan sebagainya, atau yang berupa
dandanan yang dipakai, seperti perhiasan, pewarnaan rambut, celak, dan
lain-lain.
Wanita telah diperintahkan untuk
menutupi perhiasan tubuhnya demikian juga perhiasan yang dikenakannya, yang
(digunakan untuk) menghiasi tubuhnya dengannya, seperti warna, perhiasan, celak
mata dan semisalnya. “kecuali yang (biasa) nampak daripadanya” merujuk pada
bagian luar pakaian menurut pendapat benar, artinya: Apa yang jelas dengan
sendirinya tanpa dia harus
menunjukkannya, dan ini adalah pakaian
luar yang tidak mengandung (hal-hal yang menimbulkan) godaan atau rangsangan.
Kemudian Dia berfirman: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung (khumur)”.
Khumur adalah bentuk jamak dari khimar, yaitu merujuk pada sesuatu yang
menutupi atau menahan sesuatu. Itulah sebabnya mengapa khamr (alkohol) disebut
dengan nama ini karena dia menutupi dan menahan (yakni memabukkan) pikiran.
“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya” Ini merujuk pada
bagian terbuka di bagian atas pakaian mereka yang memperlihatkan bagian
tenggorokan dan bagian leher. Seorang wanita tidak boleh membiarkan bagian ini
terbuka bagi laki-laki untuk dipandang, namun sebaliknya dia harus memanjangkan
khimar-nya diatasnya. Jika seorang wanita diperintahkan untuk menutupi
lehernya, maka terlebih lagi wajahnya harus ditutupi. Bahkan, mengulurkan
khimar di atas dada dan bagian leher diperlukan juga jatuh ke wajah. Alasannya
karena khimar diletakkan di atas kepala. Sehingga jika diletakkan di atas
kepala agar jatuh menutupi dada, maka
hal itu termasuk wajah.
Apa yang juga lebih jauh menerangkan hal
tersebut adalah pernyataan Aisyah rahdiallahu anha: “Pengendara laki-laki biasa
melewati kami ketika kami (para isteri) sedang ihram bersama Rasulullah _.
Apabila mereka mendekati kami, masing-masing kami menjulurkan jilbabnya (dari
atas)
kepala menutupi wajah. Dan ketika mereka
berlalu, kami pun membuka kembali wajah kami.”( Diriwayatkan oleh Imam Ahmad
(6/30), Abu Dawud (no. 1833) dengan lafazh darinya, Ibnu Majah (no. 2935) dari
Aisyah radhiallahu anha.)
Dan juga terdapat firman Allah:
“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu,
anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". (QS Al-Ahzab [33] : 59)
Jilbab adalah kain lebar yang dikenakan
wanita untuk membungkus tubuhnya, dan yang dikenal sebagai jaket (luar) yang
besar yang dikenakan wanita di luar pakaiannya. Allah telah memerintahkan
wanita untuk meletakkannya menutupi wajahnya hingga tidak ada yang terlihat
dari seorang wanita yang dapat menjadi godaan bagi manusia.
“Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” (QS Al-Ahzab [33] : 59)
Ini adalah perintah kepada wanita untuk
mengenakan hijab keatas tubuhnya dan seluruh bagian yang menarik yang darinya
dikhawatirkan menimbulkan godaan. Allah berfirman:
“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan)
kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir.” (QS
Al-Ahzab [33] : 53)
Meskipun yang dimaksudkan dengan ayat
ini adalah isteri-isteri Nabi, ayat ini bersifat umum. Adapun lafazh dari ayat
ini khusus untuk para isteri Nabi, manakala artinya bersifat universal untuk
semua wanita, karena isteri-isteri Nabi adalah suri teladan bagi wanita mukmin.
Allah menjelaskan secara menyeluruh dalam pernyataan berikutnya, dimana Dia
berfirman:
“Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu
dan hati mereka.” (QS Al-Ahzab [33]: 53)
Allah memerintahkan wanita yang akan
ditanyai berada di balik hijab. Apa yang dimaksud dengan kata Hijab adalah:
Sesuatu yang menutupi wanita, baik itu kain maupun dinding, pintu atau benda
lain yang dapat digunakan untuk menutupi wanita dari seorang laki-laki ketika
ia (laki-laki) berbicara dengannya (wanita) atau bertanya sesuatu kepadanya
atau memberikan sesuatu. Semua ini harus dilakukan dibalik hijab, yakni dibalik
tabir atau penutup. Jadi dia (laki-laki) tidak boleh melakukan kontak dengan
wanita ketika ia (wanita) tidak berhijab (maksudnya
berada dibalik hijab –pent), atau tidak
terhijab dengan sempurna atau terbuka.
Bahkan ia harus berada di balik tirai
yang menutupinya, apakah itu kainnya, pintunya, dinding dan lain sebagainya.
Hal ini karena yang demikian “lebih suci bagi hatimu dan hati mereka” dari
godaan. Jika wanita menutupi diri mereka dengan berhijab dan pandangan pria
tidak jatuh pada mereka, hati keduanya, pria dan wanita akan terselamatkan dari
godaan dan hasrat. Hal ini jelas terlihat dalam masyarakat Muslim yang
berpegang teguh pada Hijab.
Masyarakat yang berpegang teguh pada
hijab terjaga dari kerusakan akhlak. Bahkan karena kurangnya (perhatian pada)
Hijab yang mengakibatkan keburukan akhlak dan godaan terhadap gairah laki-laki.
Oleh karena itu firman Allah: “Lebih suci untuk hatimu dan hati mereka” memuat
dasar yang universal bagi seluruh umat karena Hijab mengandung pensucian hati
bagi keduanya, pria dan wanita, dalam taraf yang sama. Hal itu menutup semua
jalan yang dapat membawa pada kerusakan akhlak.
Hukum
wanita dalam bepergian/keluar rumah, Hukum
khalwat/berdua-dua an dengan yang bukan mahrom dan memakai parfum
Seorang wanita Muslimah - khususnya di
zaman kita dimana banyak wanita mulai keluar untuk bekerja atau pergi ke pasar
atau mengunjungi keluarganya dan lain-lain– harus mewaspadai jenis khalwat yang
terlarang ini, tidak perduli apakah itu terjadi di dalam rumah, di mobil
ataupun di tempat lainnya.
Seorang wanita Muslimah juga tidak boleh
keluar rumah secara berlebihan kecuali untuk kebutuhan yang benar-benar
mendesak yang tidak dapat dipenuhi kecuali dengan keluar rumah. Maka jika dia
mempunyai keperluan untuk keluar (rumah), dia harus menutupi dirinya dan tidak
mengenakan parfum. Alasan dari hal ini adalah bahwa jika dia keluar rumah
dengan mengenakan parfum, ini merupakan penyebab timbulnya kejahatan dan
mengundang perhatian ke arahnya, demikian juga laki-laki akan memandangnya dan
mengikutinya.
Sehingga manakala seorang wanita mampu
untuk tinggal di dalam rumahnya, hal itu lebih melindungi dirinya. Allah
menunjuk kepada para isteri Nabi _ - yang merupakan teladan bagi kita – dan
berkata:
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu.” (QS
Al-Ahzab [33] : 33)
Ini berasal dari kata qaraar yang
berarti tetap tinggal dan tidak keluar karena ini merupakan hal yang terbaik
sebagai perlindungan bagi wanita. Maka selama dia tetap tinggal di rumahnya itu
adalah lebih baik baginya. Dan jika dia memiliki kebutuhan untuk keluar rumah,
dia boleh pergi namun tetap menutupi diri (berhijab –pent).
Hal yang demikian karena Allah menyukai
ketika wanita shalat di rumahnya dan tidak keluar untuk shalat di masjid,
walaupun masjid adalah rumah ibadah dan suci. Namun karena keluarnya akan
menampakkannya dirinya pada kejahatan, maka shalat di rumah lebih baik baginya
daripada shalat di masjid. Nabi _ bersabda: “Janganlah (kalian) menahan
hamba-hamba Allah wanita keluar menuju Masjid Allah. Akan tetapi rumah mereka
adalah lebih baik bagi mereka.”( HR Ahmad (2/16 & 76), Al-Bukhari (1/216),
Muslim (no. 442). Abu Dawud (no. 879) dan Malik dalam Al-Muwatta (no. 465) dari
Ibnu Umar . Juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad
(2/475), Abu Dawud (no. 556)
dan Ad-Darimi (no. 1282) dari Abu
Hurairah)
Beliau _ juga bersabda: “Dan biarkan
wanita keluar tanpa (mengenakan) wewangian.”( HR Ahmad (2/438), Abu Dawud (no.
565), Ad-Darimi (no. 1282) dari Abu Hurairah ;
Imam Ahmad (5/192 & 193) dari Zaid bin Khalid al-Juhani , dan Imam Ahmad (6/69 & 70) dari Aisyah radhiallahu anha.)
Adalah menyedihkan, banyak wanita yang
keluar rumah sekarang ini – bukan untuk sesuatu yang penting namun hanya untuk
sekedar berjalan-jalan di pasar-pasar, sedangkan mereka menghias dirinya,
memakai parfum dan membuka wajahnya. Ketika mereka memasuki toko-toko dan masuk
ke ruang pameran, mereka membuka wajahnya di hadapan para pekerja dan para
penjual sebagaimana layaknya jika mereka adalah mahramnya! Dan bercakap-cakap
dengan ramah kepada mereka, bercanda dan tertawa bersama mereka. Dimanakah rasa
malu itu,
Dalam rangka untuk melindungi kehormatan
pria dan wanita dan menjaga hati mereka dari godaan, dan sebagai alat untuk
menutup jalan-jalan yang membawa pada kerusakan, seorang wanita tidak
dibolehkan bepergian (safar) sendirian tanpa seorang mahram. Hal ini karena
jika seorang wanita ditemani oleh seorang mahram, dia (laki-laki) akan
menjaganya, melindunginya dan memperhatikan kebutuhannya. Nabi bersabda: “Haram
bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir bersafar dalam
jarak dua hari kecuali ditemani oleh mahram.”( HR Al-Bukhari (2/219-220) dari
Abu Sa’id Al-Khudri)
Dalam riwayat yang lain dikatakan:
“sehari semalam”( HR Muslim (no. 1339) dari Abu Hurairah) manakala di dalam
riwayat yang lain dinyatakan: “bersafar.”( HR Bukhari (4/18) dan Muslim (no.
1341)) Tanpa disebutkan jangka waktunya.
Apa yang dimaksudkan di sini adalah
seorang wanita tidak boleh bepergian sendirian tanpa mahram. Jika dia
melakukannya, yakni bepergian sendirian, dia tidak menaati Allah dan Rasul-Nya,
melakukan apa yang dilarang Allah dan membuka dirinya terhadap fitnah. Hal ini
berlaku secara umum dan setiap keadaan dan waktu.
Adapun mengenai perkataan sebagian orang
– bahwa jika seorang wanita bepergian dengan ditemani oleh sekelompok wanita,
hal ini menjadi pengganti mahram – maka pandangan ini bertentangan dengan sabda
Nabi: “Haram bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir
bepergian sendirian dalam jarak (perjalanan) sehari kecuali ditemani oleh
mahram.”( HR Muslim (no. 1339) dari Abu Hurairah )
Sekelompok wanita tidak dapat bertindak
sebagai mahram. Mahram seorang wanita telah dikenal – yakni laki-laki yang
tidak boleh dinikahi karena hubungan kekeluargaan (nasab), seperti ayah, anak,
paman dari ayah, paman dari ibu atau karena sebab-sebab yang diperbolehkan,
seperti ikatan perkawinan, misalnya ayah mertua, atau anak dari suami (anak
tiri) atau hubungan karena persusuan berdasarkan sabda Nabi _: “Diharamkan bagi
persusuan apa yang diharamkan karena nasab.”( HR Bukhari (3/149) dari Ibnu
Abbas)
Oleh karena itu, seorang mahram adalah
laki-laki yang dilarang (dinikahi) karena pertalian darah atau beberapa alasan
yang diperbolehkan. Larangan (menikah) ini juga terus berlangsung, yakni abadi.
Maka apa yang tidak termasuk dalam kategori ini adalah larangan (pernikahan)
sementara seperti saudara perempuan isteri dan bibi-bibi dari ayah dan ibu
isteri (bibi dari pihak mertua –pent). Itu sebabnya suami tidak dapat bertindak
sebagai mahram bagi saudara perempuan isterinya, meskipun dia dilarang
menikahinya (iparnya tersebut –pent) karena larangan pernikahan ini bersifat
sementara. Demikian pula, dia tidak dapat menjadi mahram bagi saudarasaudara perempuan
mertuanya (bibi dari isteri). Inilah yang disebut mahram.
Adapun sekelompok wanita, mereka
bukanlah mahram. Nabi _ telah menetapkan bahwa seorang wanita harus didampingi
seorang mahram ketika melakukan perjalanan dalam semua keadaan, apakah itu
perjalanan dengan berjalan kaki, mengendarai hewan, di dalam mobil ataupun
pesawat. Sebagian orang pada masa sekarang ini menyatakan bahwa tidak masalah
bagi seorang
wanita bepergian dengan pesawat dan
seorang mahram mengantarnya ke bandara, manakala mahram lainnya menjemputnya di
bandara yang lain. Kami katakan: Tidak, hal ini tidak diperbolehkan, karena dia
bepergian tanpa disertai mahram. Dan Nabi _ bersabda: “Haram bagi seorang
wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir bepergian sendirian dalam jarak
(perjalanan) sehari kecuali ditemani oleh mahram.” Hal ini berlaku apakah dia
bepergian dengan berjalan kaki, dengan mobil, atau mengendarai binatang. Nabi _
tidak menetapkannya.
Namun demikian, penyebabnya ada, karena
hal ini berkenaan dengan fitnah yang dikhawatirkan akan menimpanya – meskipun
dia berada di atas pesawat. Dia tidak selamat dari fitnah dengan menumpang
pesawat terbang.
Lebih lanjut, ambil contoh jika pesawat
tersebut terpaksa merubah tujuan penerbangan dan mendarat di negara lain, siapa
yang akan menjemputnya di negara ini? Itulah sebabnya harus ada mahram hadir
menyertainya. Hal ini serupa suatu ketika seorang laki-laki datang kepada Nabi
_ dan berkata: “Ya Rasulullah, saya hendak ikut dalam sebuah peperangan, tetapi
istriku hendak berangkat haji.” Nabi _ berkata kepadanya: “Kembalilah dan
pergilah haji bersama isterimu.”
(HR Bukhari (2/219) dari Ibnu Abbas )
Nabi _ mengalihkan laki-laki ini dari
peperangan agar dia dapat menemani isterinya berhaji dan bertindak sebagai
mahramnya. Hal ini merupakan dalil bahwa mahram adalah persyaratan seorang
wanita untuk berhaji atau ke tempat lainnya, tidak perduli apakah dia bersama
sekelompok orang atau tidak. Inilah sebabnya para ulama fiqih rahimahumullahu,
menyebutkan bahwa salah satu syarat dimana Haji menjadi wajib bagi wanita
adalah jika dia memiliki mahram yang siap melakukan perjalanan bersamanya. Jika
tidak ada mahram baginya, maka tidak diwajibkan haji sampai ada seorang mahram
untuknya.
Islam juga melarang seorang laki-laki
berdua-duaan dengan seorang wanita – yang berarti dia sendirian bersamanya di
tempat yang sunyi dan tidak seorang pun hadir pada saat itu – karena ini
membawa pada timbulnya fitnah. Nabi _ bersabda: “Berhati-hatilah masuk kepada
wanita.” Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana dengan kerabat
laki-laki?” Beliau menjawab: “kerabat laki-laki adalah merupakan kematian.”( HR
Bukhari (6/158-159) dari Uqbah bin Amir ) Artinya: Bahaya bagi anggota keluarga
lebih besar.
Mengapa demikian? Karena seorang wanita
kurang menahan diri dari kerabat lakilaki suaminya dibandingkan dengan
laki-laki lainnya. Pengendalian drirnya terhadap mereka lebih ringan. Namun
demikian, semestinya ini menjadi perhatian dan kewaspadaan yang berlaku bagi
kerabat laki-laki suami.
Adapun apa yang kita dengar sekarang ini
dari kejahilan bahwa seorang saudara laki-laki suami, atau paman atau keluarga
laki-laki lainnya (dari pihak suami) menyapa isterinya, menjabat tangannya,
berdua saja dengan isterinya, dan datang kepadanya – ini tidak memiliki dasar.
Hal ini tidak diperbolehkan bagi yang bukan mahram untuk mendatangi wanita
(tanpa hijab), tidak menjabat tangannya, tidak berkhalwat berdua dengannya
secara privasi kecuali jika ada orang lain di dalam rumah dimana privasi
menjadi hilang. Adapun dia memamsuki rumah manakala wanita sendirian, dan dia
bukanlah mahramnya, maka hal ini bentuk khalwat yang tidak diperbolehkan dan
berbahaya.
Contoh lain jika dia (laki-laki)
memasuki ruang kosong – yang tidak ada orang lain kecuali dia dan sang wanita.
Hal ini tidak diperbolehkan karena hal ini akan membawa kepada fitnah. Meskipun
kejadiannya adalah laki-laki yang berdua dengan wanita tersebut dalam ruang
privasi adalah seorang dokter. Nabi _ bersabda: “Tidak seorang laki-laki yang
berkhalwat dengan seorang wanita, kecuali yang ketiga adalah syetan.”( HR
Bukhari (6/158-159) dari Uqbah bin Amir ) Hal ini berarti bahwa syetan hadir
dan menyebabkan mereka jatuh kedalam keburukan akhlak yang tampak indah (dimata
mereka –pent). Hal ini karena syetan selalu menyeru kepada fitnah dan mengambil
keuntungan dari kesempatan ini untuk menebarkan kerusakan akhlak kepada mereka.
(Oleh karena itu) untuk memotong semua jalan syetan dan para pembantunya dan
juga jalan-jalan kerusakan, syariah melarang laki-laki berkhalwat dengan
perempuan.
Diantara bentuk khalwat khalwat baru
yang muncul di zaman sekarang ini adalah wanita yang mengendarai mobil
sendirian dengan seorang sopir yang bukan mahramnya. Dia mengantarnya ke
sekolah, ke pasar bahkan ke masjid. Hal ini tidak diperbolehkan. Tidak
diperbolehkan seorang wanita berada di dalam mobil sendirian dengan seorang
sopir yang bukan mahram baginya karena ini merupakan bentuk khalwat yang
dilarang.
Islam juga melarang seorang laki-laki
berdua-duaan dengan seorang wanita – yang berarti dia sendirian bersamanya di
tempat yang sunyi dan tidak seorang pun hadir pada saat itu – karena ini
membawa pada timbulnya fitnah. Nabi _ bersabda: “Berhati-hatilah masuk kepada
wanita.” Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana dengan kerabat
laki-laki?” Beliau menjawab: “kerabat laki-laki adalah merupakan kematian.”( HR
Bukhari (6/158-159) dari Uqbah bin Amir ) Artinya: Bahaya bagi anggota keluarga
lebih besar.
Mengapa demikian? Karena seorang wanita
kurang menahan diri dari kerabat lakilaki suaminya dibandingkan dengan
laki-laki lainnya. Pengendalian drirnya terhadap mereka lebih ringan. Namun
demikian, semestinya ini menjadi perhatian dan kewaspadaan yang berlaku bagi
kerabat laki-laki suami.
Adapun apa yang kita dengar sekarang ini
dari kejahilan bahwa seorang saudara laki-laki suami, atau paman atau keluarga
laki-laki lainnya (dari pihak suami) menyapa isterinya, menjabat tangannya,
berdua saja dengan isterinya, dan datang kepadanya – ini tidak memiliki dasar.
Hal ini tidak diperbolehkan bagi yang bukan mahram untuk mendatangi wanita
(tanpa hijab), tidak menjabat tangannya, tidak berkhalwat berdua dengannya secara
privasi kecuali jika ada orang lain di dalam rumah dimana privasi menjadi
hilang. Adapun dia memamsuki rumah manakala wanita sendirian, dan dia bukanlah
mahramnya, maka hal ini bentuk khalwat yang tidak diperbolehkan dan berbahaya.
Contoh lain jika dia (laki-laki)
memasuki ruang kosong – yang tidak ada orang lain kecuali dia dan sang wanita.
Hal ini tidak diperbolehkan karena hal ini akan membawa kepada fitnah. Meskipun
kejadiannya adalah laki-laki yang berdua dengan wanita tersebut dalam ruang
privasi adalah seorang dokter. Nabi _ bersabda: “Tidak seorang laki-laki yang
berkhalwat dengan seorang wanita, kecuali yang ketiga adalah syetan.”( HR
Bukhari (6/158-159) dari Uqbah bin Amir ) Hal ini berarti bahwa syetan hadir
dan menyebabkan mereka jatuh kedalam keburukan akhlak yang tampak indah (dimata
mereka –pent). Hal ini karena syetan selalu menyeru kepada fitnah dan mengambil
keuntungan dari kesempatan ini untuk menebarkan kerusakan akhlak kepada mereka.
(Oleh karena itu) untuk memotong semua jalan syetan dan para pembantunya dan
juga jalan-jalan kerusakan, syariah melarang laki-laki berkhalwat dengan
perempuan.
Diantara bentuk khalwat khalwat baru
yang muncul di zaman sekarang ini adalah wanita yang mengendarai mobil
sendirian dengan seorang sopir yang bukan mahramnya. Dia mengantarnya ke
sekolah, ke pasar bahkan ke masjid. Hal ini tidak diperbolehkan. Tidak
diperbolehkan seorang wanita berada di dalam mobil sendirian dengan seorang
sopir yang bukan mahram baginya karena ini merupakan bentuk khalwat yang
dilarang.
Seorang wanita Muslimah - khususnya di
zaman kita dimana banyak wanita mulai keluar untuk bekerja atau pergi ke pasar
atau mengunjungi keluarganya dan lain-lain– harus mewaspadai jenis khalwat yang
terlarang ini, tidak perduli apakah itu terjadi di dalam rumah, di mobil
ataupun di tempat lainnya.
Seorang wanita Muslimah juga tidak boleh
keluar rumah secara berlebihan kecuali untuk kebutuhan yang benar-benar
mendesak yang tidak dapat dipenuhi kecuali dengan keluar rumah. Maka jika dia
mempunyai keperluan untuk keluar (rumah), dia harus menutupi dirinya dan tidak
mengenakan parfum. Alasan dari hal ini adalah bahwa jika dia keluar rumah
dengan mengenakan parfum, ini merupakan penyebab timbulnya kejahatan dan
mengundang perhatian ke arahnya, demikian juga laki-laki akan memandangnya dan
mengikutinya.
Sehingga manakala seorang wanita mampu
untuk tinggal di dalam rumahnya, hal itu lebih melindungi dirinya. Allah
menunjuk kepada para isteri Nabi _ - yang merupakan teladan bagi kita – dan
berkata:
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu.” (QS
Al-Ahzab [33] : 33)
Ini berasal dari kata qaraar yang
berarti tetap tinggal dan tidak keluar karena ini merupakan hal yang terbaik
sebagai perlindungan bagi wanita. Maka selama dia tetap tinggal di rumahnya itu
adalah lebih baik baginya. Dan jika dia memiliki kebutuhan untuk keluar rumah,
dia boleh pergi namun tetap menutupi diri (berhijab –pent).
Hal yang demikian karena Allah menyukai
ketika wanita shalat di rumahnya dan tidak keluar untuk shalat di masjid,
walaupun masjid adalah rumah ibadah dan suci. Namun karena keluarnya akan
menampakkannya dirinya pada kejahatan, maka shalat di rumah lebih baik baginya
daripada shalat di masjid. Nabi _ bersabda: “Janganlah (kalian) menahan
hamba-hamba Allah wanita keluar menuju Masjid Allah. Akan tetapi rumah mereka
adalah lebih baik bagi mereka.”( HR Ahmad (2/16 & 76), Al-Bukhari (1/216),
Muslim (no. 442). Abu Dawud (no. 879) dan Malik dalam Al-Muwatta (no. 465) dari
Ibnu Umar . Juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad
(2/475), Abu Dawud (no. 556)
dan Ad-Darimi (no. 1282) dari Abu
Hurairah)
Beliau _ juga bersabda: “Dan biarkan
wanita keluar tanpa (mengenakan) wewangian.”( HR Ahmad (2/438), Abu Dawud (no.
565), Ad-Darimi (no. 1282) dari Abu Hurairah ;
Imam Ahmad (5/192 & 193) dari Zaid bin Khalid al-Juhani , dan Imam Ahmad (6/69 & 70) dari Aisyah radhiallahu anha.)
Adalah menyedihkan, banyak wanita yang
keluar rumah sekarang ini – bukan untuk sesuatu yang penting namun hanya untuk
sekedar berjalan-jalan di pasar-pasar, sedangkan mereka menghias dirinya,
memakai parfum dan membuka wajahnya. Ketika mereka memasuki toko-toko dan masuk
ke ruang pameran, mereka membuka wajahnya di hadapan para pekerja dan para
penjual sebagaimana layaknya jika mereka adalah mahramnya! Dan bercakap-cakap
dengan ramah kepada mereka, bercanda dan tertawa bersama mereka. Dimanakah rasa
malu itu,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar